Cita-citaku

Tentang cita-cita, aku tidak berpikir untuk menjadi kaya raya, punya mobil dan rumah mewah, atau punya jabatan tinggi. Aku tidak berpikir untuk memiliki segala hal di dunia. Cita-citaku adalah menjaga alam yang diwariskan untukku dan generasi mendatang, serta membantu anak-anak dhuafa.

Cita-citaku adalah sebagai berikut.

1. Mendirikan yayasan untuk melestarikan tumbuhan endemik di Kalimantan

Waktu kecil aku sering berpetualang untuk mencari buah-buahan yang tumbuh liar di hutan. Selain itu, aku juga mencari kayu bakar, sayur-sayuran, dan bunga-bungaan. Semuanya tersedia secara gratis di hutan.

Keseimbangan alam semakin terganggu dengan adanya alih fungsi hutan untuk pertambangan dan perkebunan sawit.

Aku tidak mau buah-buahan yang menemani masa kecilku menjadi sulit dicari atau bahkan punah.

2. Bertemu paus, komodo, lumba-lumba, badak, dan makhluk raksasa lain

Paus, komodo, lumba-lumba, badak, gajah, Rafflesia arnoldii, Amorphophallus titanum, dan makhluk raksasa lainnya bagiku adalah makhluk ajaib. Itulah sebabnya aku ingin sekali bertemu mereka.

3. Mendirikan panti asuhan untuk menampung anak-anak dhuafa dari seluruh dunia

Setelah menjalani kehidupan di panti asuhan hampir separuh usiaku, hatiku berkata bahwa aku harus menolong anak-anak yang bernasib sama denganku, atau bahkan yang lebih buruk dari keadaanku dulu.

4. Berkunjung ke tempat-tempat indah di dunia

Semesta telah menitipkan alam yang indah. Jadi, sayang sekali rasanya kalau aku tidak mengunjunginya.

Memangnya siapa yang bisa menentukan mana yang mimpi dan mana yang bukan?

Aku punya mimpi menjadi saintis, programmer, biologis.

Apakah itu terlalu nyeleneh? Terlalu tinggi? Terlalu tidak mungkin?

Ya. Itu nyeleneh, ketinggian, tidak mungkin bagiku untuk dicapai.

Mimpi adalah bagian dari khayalan. Aku berhak melakukannya. Lagipula, siapa yang berhak menentukan mana yang boleh kuimpikan dan mana yang tidak.

Mimpi merupakan sesuatu yang tidak nyata. Wajar kalau itu tidak terwujud.