Sampai Jumpa Adik Kecil

Er merupakan anak yang cerdas secara akademis. Dia hanya kurang beruntung dalam hal kehidupan keluarga. Keluarganya tidak mapan. Dia sering terlibat dalam pertengkaran kedua orang tuanya. Oleh karena itu, Er Dewasa menganggap Kecerdasan yang dianugerahkan untuknya merupakan bentuk permintaan maaf Tuhan padanya. Sebab Tuhan telah keliru menakar bahan kehidupannya.

Er meraih peringkat 1 sejak kelas I sampai kelas II. Di kelas III, peringkatnya sempat tergeser oleh siswi yang kebetulan setingkat lebih cerdas. Dia kembali meraih peringkat dari kelas IV sampai kelas VI karena siswi tersebut entah bagaimana menghilang dari sekolah. Er meraih peringkat pertama di kelas IX. Masa-masa sekolah dasarnya sangat berkesan.

Dia punya teman yang amat dekat, Gerar. Mereka menyadap getah karet setelah pulang sekolah. Mereka menggunakan sepeda kaki saat bepergian ke pulau karet. Kadang-kadang mereka jalan kaki. Jalan yang mereka lalui merupakan jalan setapak selebar sebuah mobil. Jalan itu digarap oleh pemerintah menggunakan mesin-mesin berat. Meskipun jalan itu cukup lebar, kondisinya memprihatinkan: belum diaspal, berbukit-bukit, dan pasti becek kalau hujan. Mereka harus berusaha keras saat membawa karet ke kampung.

Hari pertama mereka memanen getah karet, hasilnya malah membuat mereka cekikikan. Tinggi adonan getah karet yang memadat itu tidak lebih dari satu jari mereka. Itu berarti mereka belum bisa menjualnya. Umumnya, berat cetakan getah karet yang layak dijual adalah sepuluh kilogram. Untuk itu, mereka berusaha keras menambal cetakannya hingga berhari-hari.

Hasil penjualan getah karet itu lumayan untuk jajan bocah Sekolah Dasar. Mereka bisa membeli perlengkapan sekolah dan jajan kecil-kecilan kalau ada sisanya. Setelah lulus Sekolah Dasar, mereka tidak lagi menyadap getah karet dan hubungan pertemanan mereka renggang di Sekolah Menengah Pertama. Pertemanan mereka membaik di Sekolah Menengah Atas saat mereka diasuh oleh orang tua angkat yang sama di kota.

Er nyaris menjadi anak tunggal. Dia merasa senang ketika Ibunya melahirkan adik perempuan. Sebelumnya, dia sempat punya adik laki-laki. Sayangnya, adik laki-lakinya tidak dapat bertahan lebih lama. Adik laki-lakinya itu bertahan beberapa bulan saja dan belum sempat diberi nama. Jadi, dia hanya punya adik perempuan.

Er secara naluri sayang kepada saudari kandungnya. Sehari-hari, dia menimang adiknya, menggendongnya kalau ada kesempatan. Ketika adiknya sudah bisa berjalan, dia mengajaknya bermain kemana saja dia pergi, termasuk membawanya memancing di pinggiran gosong. Sungai tampak jernih dan bersahabat pada masa itu, sebelum orang-orang mengeksploitasi emas dengan mesin. Suatu keberuntungan bagi mereka karena sempat menikmati kebaikan sungai.

Setelah lulus Sekolah Menengah Pertama, Er ditawari oleh gurunya untuk sekolah di kota. Kata gurunya, dia akan tinggal bersama tokoh agama kenamaan. Tawaran itu terdengar menggiurkan mengingat dia punya keinginan untuk sekolah di kota. Inilah kesempatan untuknya. Ketika hendak berangkat, adiknya mengamuk sejadi-jadinya karena mau ikut. Kejadian itu membuat Er bersedih hati sepanjang jalan hingga sampai di kota dan bertahan hingga berbulan-bulan. Dia merindukan adiknya jauh lebih besar daripada kerinduannya terhadap Ayah dan Ibu mereka.

Sepanjang perjalanan, Er melihat jalan becek, bukit-bukit, tikungan tajam, hutan lebat, dan Sahur Parapah menari-nari di langit. Dalam kepercayaan Orang Ngaju, Sahur Parapah merupakan sosok pelindung. Sahur Parapah mereka berwujud burung elang. Jadi, ada banyak burung elang yang menari-nari sepanjang perjalanan Er. Kehadiran Sahur Parapah berkurang saat mobil memasuki kota. Saat itu Er masih percaya hal-hal ajaib non-ilmiah. Kepercayaannya perlahan terkikis seiring pertumbuhannya di kota.

Selama berbulan-bulan, Er tidak berkomunikasi dengan keluarganya karena tidak punya telepon. Untuk memberi kabar, Er menulis surat dan mengirimnya menggunakan jasa travel secara gratis. Dia menulis bahwa keadaannya baik-baik saja dan memberitahu Ayah dan Ibunya bahwa mereka tidak perlu repot-repot untuk khawatir. Jauh di lubuk hatinya, dia sangat merindukan adiknya. Rindu ingin bermain dan membuatnya cekikikan. Berharap adiknya selalu sehat.

Suatu hari, orang tua asuh Er memberi izin kepada Ibunya untuk berkunjung. Sebelumnya, Er sempat mengirimkan nomor telepon rumah orang tua asuhnya ke Ibunya di kampung. Segera setelah menerima nomor telepon itu, Ibunya menelepon dan mengabarkan bahwa dia akan segera berkunjung, tentu saja membawa serta adik kecilnya. Secara tidak langsung, itu adalah pengalaman pertama adiknya pergi ke kota, dan Er adalah pelopornya.

Er niscaya terharu bukan kepalang saat bertemu adiknya di kota. Kelak adiknya itu akan tetap tinggal bersamanya di kota, setidaknya sampai selesai pendidikannya.