Sepak Terjang di Dunia Kerja

Aku tidak berasal dari keluarga berada. Oleh karena itu, aku berjuang keras untuk bertahan hidup dan melanjutkan pendidikan tinggi. Kesadaran inilah yang mendorong aku untuk tahan banting, meskipun sebenarnya aku termasuk orang yang rapuh.

Setelah lulus SMA, aku mulai gencar sana-sini mencari pekerjaan. Berkas lamaran ditebar ke seluruh penjuru kota. Ide ini muncul dengan harapan segera bisa mandiri. “Mana yang nyangkut duluan (panggilan untuk wawancara), itu yang diambil.”

Pekerjaan Pertama

Pekerjaan pertama datang dari perusahaan swasta milik salah satu keluarga terpandang di Palangka Raya. Karena perusahaan ini menggunakan sistem kekeluargaan, aku pun diperlakukan seperti keluarga. Jadi, direktur perusahaan kupanggil “Tambi Lily”: “Tambi” berarti nenek dan “Lily” adalah nama panggilan nenek. Aku bekerja di bagian administrasi.

Perusahaan ini bergerak di bidang pengadaan barang dan jasa. Bisa dibilang kontraktor. Beberapa pekerjaan lapangan yang aku pernah ikut berpartisipasi adalah merakit meja dan kursi di perpustakaan milik Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang dan yang paling seru mengantar barang-barang sekolah ke Kabupaten Gunung Mas.

Singkat cerita, di penghujung tahun pada tahun ke-3 aku bekerja di perusahaan itu, aku diajak jalan-jalan ke Bali bareng keluarga besarnya. Aku menjadi satu-satunya orang yang tidak punya hubungan darah sama sekali di rombongan itu. Ini adalah salah satu momen paling indah karena menjadi pengalaman pertama aku naik pesawat terbang, pertama kali keluar pulau, dan pertama kali melihat pantai dan laut.

Pertama kali santai di pantai di Bali.
Pertama kali santai di pantai di Bali. • Kredit: Reno • Dalam Gambar: Reno dan keluarga besar perusahaan sedang bersantai di Pantai Kuta, Bali.

Satu-satunya alasan aku mengundurkan diri adalah karena aku ingin karir aku berkembang (plus gaji yang lebih besar). Belakangan aku menyadari bahwa harapan tersebut hanyalah halusinasi anak baru gede pada umumnya.

Selamat datang di Indomaret, selamat belanja!

Di penghujung tahun ke-4 bekerja di perusahaan milik keluarga Tambi Lily, aku secara diam-diam melamar kerja di Indomaret melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Niat awalnya hanyalah iseng-iseng, namun ternyata aku lulus seleksi berkas dan langsung dipanggil untuk wawancara.

Keesokan harinya aku diminta berangkat ke Banjarmasin untuk training selama satu minggu. Hal ini membuat aku gelabakan karena aku harus mencari alasan bagaimana caranya untuk pamit dengan Tambi Lily. Pada akhirnya, aku pamit dengan cara yang kurang pantas: semacam tidak tahu terima kasih, tidak tahu diuntung. Aku menyadari itu. Andai dia masih ada, aku akan kembali kepada Tambi Lily dan meminta maaf serta Kasihnya.

Jumlah kami yang training di Banjarmasin waktu itu sekitar 20 orang. Meskipun tempat tidur laki-laki dan perempuan terpisah, kami tetap harus tidur bersesakan karena ruangannya sempit. Biaya makan selama training pun tidak ditanggung.

Pulang training
Pulang training • Kredit: Reno • Dalam Gambar: Reno dan kawan-kawan pulang dari Training Center.

Setelah masa training selesai, kami diberangkatkan kembali ke Palangka Raya. Kali ini kami diberi “uang jajan” selama perjalanan. Kami telah dibekali dengan surat tugas yang nantinya ditunjukkan ke kepala toko di mana kami ditempatkan.

Aku ditempatkan di gerai masuk pada shift kedua. Pada malam hari, manajer mengunjungi gerai dan kami bercakap-cakap kecil. Katanya ada gerai yang baru saja dibuka dan membutuhkan lebih banyak kru. “Dek, di sana kekurangan orang. Apakah kamu bersedia dipindah ke sana?”

Karena aku masih baru, aku tidak berani mengucapkan kata selain “ya” (meskipun aku tau kalau jarak gerai yang dimaksud cukup jauh dari rumahku). Jadi, belum genap 24 jam bertugas di gerai penempatan, aku sudah ditarik ke gerai yang lain.

Keesokan harinya, aku masuk pada shift pertama. Aku berangkat pagi-pagi karena takut telat. Benar saja, ternyata sudah ada orang lain yang masuk ke dalam gerai. “Permisi kak, saya Reno, diminta Pak Dana untuk pindah ke sini.” Singkat cerita, dia yang menerima aku namanya Yoan, sebagai mentor di gerai tersebut. Dia berasal dari Yogyakarta.

Ada banyak kisah menarik ketika bekerja di Indomaret. Membagi-bagi brosur promosi sambil nenteng minyak goreng untuk direct selling, pulang malam kehujanan, stock opname tahunan sampai subuh, merapikan gudang secara rodi kalau bos mau berkunjung, diomelin pelanggan karena masalah price tag yang tidak karuan, dan banyak lagi.

Aku mengundurkan diri dari Indomaret karena merasa jenuh. Maklum, masih labil.

Masih sesama Indo… kali ini Indosat Ooredoo

Sebelum masuk ke sini, aku menjadi freelancer pemasaran kartu Halo di Telkomsel selama beberapa bulan, sambila melamar sana-sini berharap mendapat pekerjaan tetap. Akhirnya aku menemukan tempat persinggahan baru. Aku dipersilakan masuk oleh mas-mas cool di sebuah perusahaan yang mendistribusikan produk-produk Indosat Ooredoo.

Kali ini aku harus agak jauh dari rumah. Aku ditempatkan di Kabupaten Katingan, tepatnya di Kereng Pangi, sehingga tidak memungkinkan aku untuk pulang-pergi dari Palangka Raya. Syukurnya perusahaan bersedia menanggung biaya sewa kos selama di Kereng Pangi plus biaya bensin.

Dengan upah yang lumayan, sebenarnya pekerjaan di sini tidak berat-berat amat. Aku hanya perlu keluyuran mengunjungi gerai-gerai pulsa yang sudah bekerjasama dengan Indosat Ooredoo. Tantangannya adalah “target” yang ditetapkan perusahaan.

Selama bekerja di sini, aku bertemu banyak sekali orang baik. Beberapa di antaranya memperlakukan aku sebagai saudaranya. Tiap kali berkunjung, aku seringkali disuguhi teh, kopi, kue, bahkan nasi. Aku sering diajak ngobrol, bahkan ada yang mencurahkan isi hatinya.

Seminggu sekali aku pulang ke Palangka Raya untuk mengnjungi adikku sekaligus melepas penat.

Pada akhirnya, aku memutuskan mengundurkan diri karena alasan yang sama: jenuh. Ini adalah penyakit yang sulit diobati bagi anak yang baru gede.

Akhirnya, aku bisa bekerja dengan bebas, sekaligus keliling Kalimantan Tengah

The Nielsen Company Indonesia. Inilah wadah kerja ternyaman sejauh pengalamanku. Aku bergabung sebagai freelancer hingga beberapa bulan lamanya. Ini adalah perusahaan yang memanfaatkan teknologi mobile untuk menjalankan riset pasar. Kami dipinjamkan smartphone Samsung canggih untuk mengambil data di lapangan.

Perjalanan terjauh yang paling berkesan adalah saat berkunjung ke Puruk Cahu. Tim kami menggunakan motor. Kondisi jalan dari Muara Teweh menuju Puruk Cahu sangatlah menegangkan. Jalannya bagaikan “ular” dan naik-turun bukit yang tidak ada putus-putusnya. Sayang sekali, waktu itu aku tidak kepikiran sama sekali untuk mendokumentasikan perjalanan kami karena terlalu fokus dengan perjalanan.

Tiba di Puruk Cahu
Tiba di Puruk Cahu • Kredit: Reno • Dalam Gambar: Puruk Cahu: Kota Emas

Pada akhir tahun, kami diajak liburan ke pantai dan perbukitan di Kalimantan Selatan. Liburan ini sangat mengesankan. Sungguh. Dan ini menjadi momen terakhir aku di Nielsen.

Setelah beberapa bulan, waktunya idle tiba. Kami tidak mendapat project hingga berminggu-minggu, yang berarti kami juga tidak akan dibayar jika tidak ada yang dikerjakan. Cukup fair.

Untuk menghindari kebuntuan ekonomi–karena aku harus membayar angsuran rumah dan lain-lain–aku memutuskan untuk mencari pekerjaan lain yang tetap. Akhirnya aku minta izin ke manajer dan mengembalikan smartphone yang dipinjamkan. Manajer pun bilang kalau ada dapat pekerjaan yang tetap, silakan ambil. Karena aku hanyalah freelancer, tidak ada istilah mengundurkan diri (resign).

Welcome to J.CO

Finally, aku mendapat pekerjaan tetap. Aku direkomendasikan oleh salah satu mantan freelancer di Nielsen.

Ini merupakan yang pertama kalinya aku bekerja di tempat mewah, tempat nongkrongnya orang-orang “berduit”. Kesan pertamanya adalah, “Wow! ini tempat mahal cuy.”

Foto Bareng
Foto Bareng • Kredit: Reno • Dalam Gambar: Foto bareng putra dan putri Kalimantan Tengah.

Untuk pertama kalinya, aku merasa pede dan bangga menjadi karyawan. Ini karena tamu-tamu yang datang secara loyal adalah orang-orang berkelas. Aku berkomunikasi dengan orang-orang berdompet tebal, termasuk orang-orang berpangkat, tamu dari “Timur” dan “Barat”, dan selebriti.

J.CO menjadi saksi buramnya tahun 2019 dan 2020 dalam hidupku. Pada akhir 2019, Ibuku dijemput paksa oleh Malaikat, 9 bulan setelah Nenek dijemput. Ini adalah masa-masa tersulit dalam hidupku. Pada tahun 2020, pandemi Covid-19 benar-benar mempengaruhi perusahaan. Pelanggan tidak diizinkan untuk dine-in dan jam operasional dibatasi hanya sampai pukul 20:00 WIB. Imbasnya, upah kami dipotong habis-habisan karena margin yang diperoleh perusahaan juga sangat sedikit. Selain itu, beberapa karyawan yang baru saja direkrut harus dirumahkan.

Aku pun hanya bisa menerima dengan pasrah. Kalau pun aku mengundurkan diri, aku akan kesulitan menemukan tempat kerja yang baru.

Akibat pemotongan gaji, aku tidak bisa membayar angsuran rumah dan lainnya, sehingga orang-orang bank mesti berkali-kali mengantar “surat cinta” ke rumah.

Seiring berjalannya waktu, peraturan yang semula ketat akibat pandemi mulai dilonggarkan. Orang-orang diizinkan untuk dine-in dengan batasan jumlah pengunjung. Singkat cerita, upah kami juga membaik.

KFC, Rajanya Ayam!

Setelah memutuskan resign dari J.CO, aku mendapat kesempatan untuk menjadi kru perbantuan di KFC. Upahnya lumayan banyak untuk ukuran di masa pandemi.

Aku mendapat jatah 15 hari kerja dalam sebulan. Jadi, waktu untuk berleha-leha sangat banyak. Untuk mengisi waktu luang, aku mencari Stenochlaena palustris atau kalakay dalam bahasa lokal. Selain itu, aku punya banyak waktu untuk lari santai.

Ada banyak pengalaman seru ketika bekerja di sini: membersihkan toilet mampet, membersihkan muntahan bocah, menyaksikan pelanggan tersandung tangga, pelanggan ngomel-ngomel, antrian yang membludak, dan banyak lagi.

Pada bulan kedua, aku mendapat tawaran dari teman jalan. Katanya di laboratorium tempat istrinya bekerja sedang membutuhkan tenaga administrasi. Aku mengkepoi tawaran itu dengan menanyai berbagai hal dengan nada candaan. Kebetulan istrinya adalah manajer di laboratorium tersebut.

Selang beberapa hari, aku mendapat telepon dari istrinya apakah bersedia dengan tawarannya. Aku pun memberitahunya bahwa aku harus menyelesaikan kontrakku di KFC.

Break

Sejauh yang kusadari, aku belum pernah mendapat posisi yang tinggi di berbagai perusahaan lantaran latar belakang pendidikanku hanyalah SMA. Di lain sisi, aku juga tidak lagi terobsesi untuk mendapatkan jabatan tertentu. “Kerja ya kerja aja, toh sama aja statusnya karyawan.”

Hingga kini aku masih bertanya-tanya, “Sampai kapan ya aku gini-gini terus. Udah cukup kali ya. Aku udah capek jadi karyawan terus.”

Sebenarnya ada banyak pengalaman lain yang belum kutulis di sini.

Artikel ini akan terus berlanjut. To be continued.