Mengapa aku tidak menggunakan media sosial Facebook, Instagram, dan WhatsApp?

Media Social

Harus diakui bahwa hampir tiap orang yang punya smartphone pasti punya Facebook, Instagram, dan WhatsApp. Media sosial tersebut memang sedang populer. Namun demikian, aku tidak mau latah. Aku memutuskan menghapus permanen akun Facebook, Instagram, dan WhatsApp.

Terlalu Ramai

Aku tidak cocok dengan keramaian. Di media sosial, ada banyak informasi, mulai dari yang remeh-temeh sampai yang berat dipikir, lalu-lalang tanpa terkendali. Aku khawatir tidak mampu menyaring informasi yang layak dan tidak layak.

WhatsApp memang dapat membantu mempercepat komunikasi. Namun, sejak kemunculan fitur “Status”, aku mulai menghabiskan banyak waktu untuk melihat-lihat status kontak, yang kalau dipikir-pikir lebih banyak yang tidak penting dibanding yang bermanfaat.

WhatsApp menjadi semakin ramai karena kemampuannya menampung banyak orang dalam satu grup. Bahasan di grup kebanyakan tidak penting–senda gurau tidak berbobot atau saling sindir yang berujung pertengkaran di dunia nyata.

Postingan-postingan tidak pentinglah yang membuat media sosial terlalu ramai. Saling sindir, kritik-mengkritik, hoaks, fitnah, gosip, semuanya dapat tersebar begitu cepat. Sangat sulit untuk menghindari hal-hal tersebut.

Menenangkan Diri

Facebook, Instagram, dan WhatsApp sama-sama punya fitur yang membuat kecanduan penggunanya. Keingintahuan terhadap kehidupan orang lain dan ingin diketahui adalah pemicu utama seseorang menggunakan media sosial. Kita menghabiskan banyak waktu untuk membuat status yang dikira keren, padahal mungkin saja mengganggu bagi orang yang melihatnya.

Lain halnya dengan grup pekerjaan di WhatsApp, rekan kerja kadang mengirim sesuatu di luar jam kerja, sehingga membuat kurang nyaman ketika berada di rumah. Kadang-kadang ada juga yang mengirim di grup pekerjaan di luar konteks. Hal-hal semacam itu sangat menganggu buatku.

Sejauh ini, aku merasakan lebih tenang ketika berada di rumah. Aku tidak perlu membaca informasi apapun yang dapat membuat tidak nyaman. Aku juga tidak perlu lagi membanding-bandingkan kehidupan pribadiku dengan orang lain.

Mengembalikan Esensi Penggunaan Telepon

Sejak aku berhenti menggunakan media sosial, teleponku tidak lagi berisik. Aku tidak lagi menerima notifikasi “suka”, komentar, permintaan pertemanan, dan sebagainya dari media sosial. Hanya orang-orang tertentu yang meneleponku secara langsung kalau benar-benar penting.

Mengetahui Orang yang Benar-benar Peduli

Ketika aku berhenti menggunakan media sosial, beberapa orang meneleponku atau bicara secara langsung. Dari sinilah aku bisa merasakan siapa yang benar-benar menaruh perhatian terhadapku. Bisa saja orang-orang yang selama ini menyukai atau mengomentari status hanya sekadar basa-basi, sedang gabut, atau sekadar numpang lewat.

Bagaimana cara berkomunikasi dan mendapatkan informasi tanpa media sosial?

Sejatinya kita tetap dapat berkomunikasi tanpa media sosial. Esensi telepon adalah menelepon langsung melalui kartu SIM. Lagian, kamu juga gak bakal bisa mendaftar WhatsApp atau Telegram tanpa kartu SIM.

Pada kasus tertentu, aku menggunakan email untuk mengirim berkas atau bertukar gagasan melalui internet. Email sejatinya adalah media komunikasi yang efektif dan telah digunakan selama beberapa dekade, jauh sebelum kemunculan media sosial modern.

Google News dan Microsoft News merupakan 2 contoh platform andalanku untuk mendapatkan informasi. Kadang-kadang aku langsung mengunjungi website berita seperti CNN, Times, dan BBC. Situs-situs berita tersebut lebih dapat dipercaya ketimbang yang berseliweran di media sosial.

Pesan

Kalau kamu punya bisnis, berjualan makanan misalnya, memang disarankan menggunakan media sosial untuk membantu promosinya. Tapi kalau kamu adalah seorang “biasa-biasa” saja, percayalah! kamu akan tetap hidup bahagia tanpa media sosial.