Berbagi ke Semua Orang dengan Cara Minimal

Tentara Berbagi

Aku merenungkan diri ketika sedang beristirahat di rumah, “Sebenarnya aku punya banyak hal yang bisa dibagikan.”

Kalau mau berbagi, aku tidak harus memberi uang ke pengemis di jalanan. Lagipula, memberi uang ke pengemis sebenarnya dilarang di Palangka Raya.

Berbagi dengan Orang Dekat

Ketika tidak punya kesempatan untuk membagikan sesuatu ke orang asing, aku berbagi dengan orang terdekat. Berikut beberapa kisahnya.

1. Meminjamkan Motor ke Tetangga

Sebelum adzan subuh berkumandang, tiba-tiba ada suara ketokan pintu. Rasanya sangat malas bangun di waktu yang harusnya seseorang sedang nyenyak-nyenyaknya tidur.

Kalau ada orang mengetuk pintu pada waktu yang kurang wajar, ada dua kemungkinan: orang jahat yang berniat jahat, atau orang yang membutuhkan bantuan.

Ini adalah waktu terbaik untuk tidur. Tubuhku sempoyongan bangkit dari kasur. Aku tidak tuli dan tidak mau pura-pura tuli. Aku memilih membuka pintu, tanpa berprasangka apa pun.

Kepalaku kosong, sama sekali tidak waspada.

Ren, en tau nginjam motormu helun? Motor ikey dia tau belum.” Mereka bertanya dalam bahasa Dayak Ngaju yang artinya kurang lebih begini, “Ren, bolehkah meminjam motormu? Motor kami mogok.”

Seorang wanita berseragam Bandar Udara Tjilik Riwut dan suaminya berdiri di depan pintu. Itu adalah tetanggaku. Rupanya dia hendak berangkat kerja, subuh-subuh! Motor mereka mogok dan tidak mungkin ada bengkel yang buka subuh-subuh di sekitar. Kalaupun hendak ke bengkel, waktunya tidak akan cukup. Keburu telat. Satu-satunya pilihan terbaik adalah meminjam motor.

Lalu… kenapa mereka memilih meminjam motorku? Kemungkinan besar karena aku satu-satunya bujangan di komplek yang bisa dibangunkan subuh-subuh. Tanpa banyak pikir, aku menyerahkan kunci motor dan mereka pun berangkat.

Aku akan meminjamkan motorku lagi kalau mereka membutuhkannya.

2. Hotspot Internet

Bantuan kuota belajar dari pemerintah tidak kunjung masuk ke nomor ponsel adikku. Dia merana beberapa jam karena tidak tersambung ke internet dan tidak bisa mendapatkan informasi terbaru di grup belajar mereka. Uang jajannya habis untuk beli kuota. Kali ini dia apes.

Aku memutuskan untuk menyalakan hotspot portabel dari ponselku, sehingga dia bisa tersambung ke internet dan bisa melanjutkan tugas sekolahnya.

Di lain waktu, tetanggaku yang sebelumnya meminjam motor subuh-subuh, mengikuti pelatihan dari Kartu Prakerja. Sayangnya, paket datanya habis saat mengikuti webinar. Dia mampir ke rumahku untuk meminta sambungan hotspot. Aku punya banyak kuota internet. Jadi, bukan masalah bagiku untuk membagikannya. Berbagi kuota internet itu mudah dilakukan, kan?

Jika ada yang mau hotspot dari ponselku, maka aku akan menyalakannya. Dengan senang hati.

3. Memberikan Pakaian dan Barang Tak Terpakai

Setahun yang lalu aku membeli baju di Matahari. Aku membelinya karena sedang diskon. Jumlahnya tidak sedikit. Setelah bongkar-bongkar, aku menemukan baju-baju yang sama sekali tidak pernah dikenakan. Ada yang terlipat rapi di kotak dan ada yang bergelantungan di lemari. Lalu untuk apa terus-terusan disimpan?

Selain pakaian, ada teropong, pisau sadap, keyboard komputer dan mouse (padahal aku tidak punya komputer meja), dan lainnya. Memangnya aku mau ngapain dengan benda-benda itu?

Aku menawarkan pakaian dan barang-barang lainnya di status WhatsApp dan email, “Ada yang mau? gratis….”

Akhirnya, beberapa orang menawarkan diri untuk menerimanya dan aku merasa senang karena ada yang memakainya. Sekarang rumahku terasa lebih lapang dan rapi.

Kegiatan bongkar-bongkar ini terinspirasi dari buku Bahagia Maksimal dengan Hidup Minimal karya Muhajjah Saratini. Benar kata beliau, daripada menyimpan barang-barang tidak terpakai yang hanya menyesakkan rumah, lebih baik diberi ke orang yang mau memakainya.

Saran dari beliau: Jangan asal memberi. Pastikan orang yang menerimanya memang benar-benar mau, sehingga pemberian itu bermanfaat. Jangan sampai pemberian itu malah jadi sampah di rumah si penerima.

4. Membawa Camilan buat Rekan Kerja

Ketika jam istirahat kerja, biasanya kami keluar membeli makanan atau camilan. Pada situasi seperti ini, kebanyakan di antara kami enggan jajan di luar dengan alasan berhemat. Sebagiannya memilih berpuasa, sebagian memilih membawa makanan dari rumah.

Aku suka makan tahu goreng sebagai camilan. Harga tahu mentah di warung jauh lebih murah daripada tahu yang sudah digoreng. Dengan 10 ribu, aku bisa membeli tahu mentah sebanyak 30 potong untuk digoreng. Cukup untuk camilan kami semua!

Aku membawa tahu yang digoreng sendiri di rumah beberapa kali dalam seminggu. Ini sangat sederhana, tetapi sangat bermakna untuk mempererat hubungan kami.

5. Menyumbangkan Buku ke Taman Bacaan Masyarakat

Selain pakaian dan barang tidak jelas, aku juga punya buku-buku yang sudah selesai dibaca. Kalau ditimbang-timbang, buku-buku itu bagus untuk pajangan. Sayang sekali kalau harus dikeluarkan dari rumah.

Butuh waktu beberapa hari untuk merenungkan apa yang harus dilakukan dengan buku-buku itu. Akhirnya, aku memutuskan bahwa buku-buku itu harus dikeluarkan. Pertama, aku sudah selesai membacanya. Kedua, aku tidak tertarik lagi untuk membaca ulang. Ketiga, buku-buku itu menyita banyak tempat.

Aku memposting foto buku-buku itu di status WhatsApp, berharap ada yang mau menerimanya. Sayangnya, tidak ada yang berminat.

Tidak jauh dari tempat tinggalku, ada sebuah taman bacaan masyarakat. Aku pergi ke sana dan menanyakan apakah mereka menerima buku bekas untuk tambahan koleksi. Kabar baiknya, mereka mau menerimanya.

Jadi, sekarang aku punya tambahan ruang lega di rumah.

Kesimpulan

Jika dengan memberikan pakaian dan barang-barang tidak terpakai itu dapat melapangkan ruang di rumah, maka berbagi dengan orang lain sejatinya dapat melapangkan ruang dalam hati kita.

Referensi

  1. Saratini, Muhajjah. 2019. Bahagia Maksimal dengan Hidup Minimal. Yogyakarta: Laksana
  2. Media Center Pemerintah Kota Palangka Raya (https://mediacenter.palangkaraya.go.id)
  3. Foto oleh Pixabay dari Pexels

Protected by Copyscape - Do not copy content from this page.