Mengapa Kaharingan belum dianggap sebagai agama resmi di Indonesia

Poin penting: Meskipun belum diakui sebagai agama, seharusnya hal tersebut tidak mengurangi iman penganut Kaharingan karena iman seseorang berada di dalam jiwanya, bukan atas dasar pengakuan suatu negara, lembaga, kelompok orang, atau pribadi tertentu.

Secara definisi, Kaharingan memang dapat disebut sebagai agama. Namun demikian, ada berbagai kriteria yang membuat Kaharingan belum dapat dikategorikan sebagai agama di Indonesia seperti halnya agama-agama import lainnya.

Berikut hal-hal yang dapat menjadi alasan mengapa Kaharingan belum dapat diakui sebagai sebuah agama di Indonesia.

1. Eksklusif

Kaharingan diketahui hanya dianut oleh suku Dayak di Kalimantan. Kaharingan belum dianut oleh orang yang bukan suku Dayak. Sederhananya, Kaharingan tidak bersifat universal dan hanya eksklusif untuk suku Dayak. Hal ini dapat dibuktikan dengan belum adanya laporan yang mengungkapkan bahwa ada orang dari suku atau negara lain yang menganut Kaharingan.

2. Kitab Suci

Benar, Kaharingan punya Panaturan yang diakui sebagai kitab suci. Namun, Panaturan tidak memiliki sejarah yang jelas. Kata Panaturan sendiri berasal dari kata “naturan”, yang berarti “tuturan”. Kisah-kisahnya diambil langsung dari tuturan tua-tua Kaharingan secara turun-temurun. Artinya, tidak ada bukti sejarah yang kuat untuk menunjang akurasi kisah-kisahnya. Belum ada rekaman yang jelas mengenai perubahan-perubahan pembukuannya, seperti misalnya catatan-catatan revisi. Selain itu, terjemahan yang tersedia dalam bahasa Indonesia tidak sesuai tata bahasa yang berlaku, sehingga berpotensi sulit dipahami.

3. Kelembagaan

Diketahui bahwa terjadi perpecahan pendapat di antara tua-tua Kaharingan mengenai apakah Kaharingan itu termasuk Hindu atau bukan. Hal tersebut menjadi landasan beberapa kelompok mendirikan lembaga secara terpisah untuk melindungi keyakinan yang ada di dalamnya. Ada 2 lembaga dominan yang diketahui menaungi Kaharingan: Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan (disingkat: MBAHK, lembaga yang pro integrasi dengan agama Hindu) dan Majelis Agama Kaharingan Indonesia (disingkat: MAKI, lembaga yang kontra terhadap integrasi dengan agama Hindu). Dengan demikian, sebagian besar Kaharingan kebingungan dengan identitas mereka. Sebagai alternatif, sebagian penganut Kaharingan memilih untuk pindah keyakinan secara menyeluruh ke agama-agama yang dianggap lebih modern dan matang kelembagaannya.